Banda Aceh | AcehJurnal.com – Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh menyahuti permintaan revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Ini sebagaimana disampaikan dalam surat pengantar Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789 yang berisi Rancangan Qanun tentang perubahan atas Qanun Aceh No 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Banleg DPR Aceh, Mawardi M, SE yang biasa dipanggil Tgk Adek sesaat usai pertemuan anggota Banleg dan seluruh Tenaga Ahli Banleg pada hari Jumat (12/5/2023) di ruang kerja Banleg DPR Aceh.
“Kami sudah mendapatkan tembusan surat dari Pemerintah Aceh atas Raqan Perubahan Qanun LKS, makanya tadi kita bahas di internal Banleg terlebih dahulu, apa langkah-langkah yang perlu diambil,” ujar Ketua Banleg DPR Aceh Mawardi alias Tgk Adek.
Sebelumnya, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki melalui surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta untuk revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada 26 Oktober 2022 lalu.
Permintaan untuk merevisi Qanun LKS sebagaimana disampaikan dalam surat pengantar PJ Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789 yang berisi Rancangan Qanun tentang perubahan atas Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Surat pengantar permintaan revisi Qanun LKS itu ditandatangani langsung oleh Achmad Marzuki, yang dikirimkan kepada Ketua DPRA pada 26 Oktober 2022 atau setelah tiga bulan lebih Achmad Marzuki menjabat Pj Gubernur Aceh.
Berikut ini petikan suratnya :
1. Sesuai peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum dan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tatacara Pembentukan Qanun, terlampir kami sampaikan Rancangan Qanun tentang Perubahan atas Qanun Aceh no 5 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah untuk dapat dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
2. Demikian kami sampaikan dan terimakasih.
Sejauh ini belum diketahui apa pertimbangan yang mendesak sampai Pj Gubernur Aceh begitu kuat keinginannya meminta DPRA untuk melakukan revisi Qanun LKS yang baru satu tahun dijalankan di Aceh sejak awal 2022.
Padahal Qanun LKS itu adalah bagian dari penerapan keistimewaan Aceh yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 pasal 126 dengan tujuan untuk menjalankan sistem ekonomi syariah di Bumi Serambi Mekkah.
Terhadap keinginan revisi Qanun LKS ini, juga belum diketahui apakah Pj Gubernur Aceh sudah berkonsultasi dan memintai pendapat atau belum dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh atau kalangan ulama di provinsi ini
Lalu menindaklanjuti permintaan Pj Gubernur Aceh, Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya pada Kamis (11/5/2023) lalu menyampaikan keinginan untuk merevisi Qanun LKS.
Momen BSI yang mengalami error langsung dimanfaatkan sebagai alasan untuk merevisi Qanun LKS dengan tujuan mengembalikan bank konvensional agar beroperasi lagi di wilayah Provinsi Aceh.
Menurut Pon Yaya-sapaan akrabnya, DPRA bakal merevisi Qanun LKS akibat kekacauan dan lemahnya pelayanan bank syariah yang ada di Aceh yang diperparah error-nya layanan BSI berapa hari belakangan ini. Ini dikarenakan sangat menyulitkan masyarakat yang selama ini menjadikan bank syariah sebagai tumpuan untuk bertransaksi.
Ketua DPRA Saiful Bahri menyebutkan pihaknya sudah melakukan musyawarah di lembaga tersebut untuk meninjau ulang Qanun LKS dan merevisi agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh.
“Kami sudah bermusyawarah di lembaga, Qanun LKS ini harus ditinjau ulang supaya bank konvensional itu bisa beroperasi kembali di Aceh,” kata Saiful Bahri
Mawardi menjelaskan, pertemuan itu memang sudah diagendakan jauh-jauh hari setelah surat pengantar masuk. Dalam pertemuan internal Banleg DPRA banyak pandangan disampaikan, ada yang setuju maupun juga tidak sepakat untuk direvisi karena qanun ini baru berjalan. Menurutnya saat ini sudah banyak hal yang berlangsung atas ekonomi Aceh, meskipun sejauh ini belum efektif.
Salah satu isu yang berkembang juga adalah gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam beberapa hari terakhir, dimana telah mengganggu transaksi ekonomi Aceh.
“Namun, ada juga masukan bahwa kita mesti memastikan perbankan di Aceh jangan didominasi Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia, sehingga saat layanan terganggu dapat berdampak besar,” ujar Mawardi lagi.
Selain itu, tim anggota Banleg DPRA lainnya juga berpandangan supaya Bank-Bank Syariah yang sudah beroperasi di Aceh. Adapun bank-bank itu yakni Bank CIMB Syariah, Maybank Syariah, BTN Syariah, BCA Syariah dan lainnya dapat membuka kantor operasionalnya di seluruh Kabupaten/Kota sehingga kesannya di Aceh bukan hanya ada dua Bank saja.
“Pertemuan kami tadi sangat produktif. Kita sampaikan pandangan dan pemikiran yang berbeda, kelemahan dan kekuatan, makanya kita berharap juga pada semua pihak agar perbedaan pendapat dan pemikiran atas Lembaga Keuangan Syariah dapat berlangsung secara konstruktif, jauhkan dari saling menyalahkan perbedaan pemikiran dapat berkontribusi pada kemajuan pembangunan Aceh di masa depan,” ujar Mawardi lagi.
Namun untuk menyahuti permintaan Gubernur Aceh atas Rancangan Qanun LKS untuk dikaji ulang, katanya lagi, perlu adanya kajian dan konsultasi yang melibatkan multi stakeholder.
“Mereka (multi stakeholder) yang ingin kita dilibatkan seperti ulama, santri, ekonom Islam, Bank Indonesia, OJK dan lain-lain,” jelas Mawardi lagi.
Ia berharap pertemuan multistkeholder tersebut menjadi kajian bersama atas isu-isu yang berkembang saat ini.
“Nantinya akan disepakati langkah yang tepat dan startegis dalam menguatkan sistem ekonomi Islam di Aceh di masa depan,” pungkasnya. []