BANDA ACEH | ACEHJURNAL.COM – Anggota DPR RI asal Aceh, Muhammad Nasir Djamil menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) dianggap kurang tepat, baik secara substansi maupun prosedur. Anggota Komisi III DPR RI dengan tugas lingkup bidang hukum, HAM dan keamanan ini berpendapat, pengesahan RUU Ciptaker bersifat terburu-buru sehingga perlu pengkajian lebih mendalam lagi.
“Ibarat kata petatah orang Aceh “kuet padee lam reudok”, konotasinya itu kan negatif. Padahal ini kan menyangkut hajat orang banyak, jadi nggak usah terburu-buru seperti ini,” kata Muhammad Nasir Djamil ketika diwawancarai via telepon seluler, Selasa (6/10).
Baca juga : Demokrat Tolak RUU Ciptaker, T. Riefky Harsya : Cacat Substansi
Politisi PKS ini menjelaskan, Partai Keadilan Sejahtera secara tegas menyatakan menolak RUU Ciptaker tersebut. Selain bersifat terburu-buru, isinya juga cenderung bertentangan dengan konstitusi serta dianggap cacat moral. Sehingga pengesahannya pun juga dianggap tidak berpihak kepada masyarakat kelas bawah, terutama kaum buruh. Bang Nasir-sapaan akrabnya menjelaskan, alasan PKS menolak RUU Ciptaker juga tidak jauh berbeda dengan Partai Demokrat. Salah satunya adalah secara dinggap tidak memiliki nilau urgensi dan terkesan memaksa. Padahal, yang menjadi prioritas utama oleh pemerintah adalah bagaimana memulihkan stabilitas perekonomian masyarakat di tengah pandemi covid-19 secara global.
“Kita menolak pengesahannya. Sebenarnya isinya bisa didiskusikan terlebih dahulu dan perlu kajian secara komprehensif. Tapi karena terburu-buru kemudian isinya juga cenderung bertentangan dengan konstitusi sehingga kita anggap cacat moral karena tidak kepada masyarakat,” kata Nasir Djamil.
Menurutnya, penolakan terhadap RUU Ciptaker yang disuarakan PKS di parlemen juga tidak jauh berbeda dengan Partai Demokrat. Baik itu soal nasib buruh, liberalisme dalam realisasi dunia pendidikan. Ia mengaku khawatir jika nantinya Indonesia akan terjerumus ke dalam perangkap neo-liberalisme dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itu, katanya lagi, perlu keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Ia mencontohkan, kecaman dan protes kaum buruh di tengah pandemi ini semakin meluas. Bahkan masyarakat yang mayoritas kaum buruh juga sudah tidak mempedulikan lagi soal berkumpul di tempat keramaian seperti kejadian baru-baru ini.
“Jadi masyarakat sudah tidak peduli lagi soal covid-19 ini, karena pemerintah sendiri dianggap tidak pernah mempedulikan masyarakat kecil,” pungkasnya. []