Melihat Kemeriahan Warga Tangse Rayakan Maulid Nabi

- Advertisement -
- Advertisement -

SIGLI | ACEHJURNAL.COM – Provinsi Aceh merupakan salah satu wilayah yang warganya kental dengan tradisi Islam. Pada ritual-ritual keagamaan, Bumi Serambi Mekkah ini memiliki tradisi unik dalam menyambut kelabiran Nabi Muhammad SAW.

Dalam perayaan maulid, momen ini menjadi sakral bagi masyarakat Aceh yang dalam kehidupannya sehari-hari melekat dengan nilai adat dan budaya. Maka tak heran apabila memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi terlihat sangat meriah.

Di Aceh, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dikenal dengan istilah “maulod”. Dalam pelaksaan itu, warga menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya. Salah satu perayaan maulid Nabi terlihat jelas dari warga Gampong Pulo Mesjid Kecamatan Tangse, Pidie.

Baca : [Foto] Antusias Warga Tangse Sambut Maulid Nabi

Umumnya, perayaan maulid tidak hanya digelar pada hari sebagaimana ditetapkan dalam kalender saja. Namun juga tetap digelar selama 4 bulan berturut-turut. Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.

Berdasarkan penanggalan dalam kalender Islam, tradisi perayaan maulid dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Pada bulan Rabiul Awal, perayaan maulid disebut dengan Meulod Awai, kemudian Rabiul Akhir disebut Meulod Teungoh dan Jumadil Awal disebut Maulod Akhe.

Perlu diketahui, tradisi perayaan maulid di Aceh dengan kenduri besar. Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri, maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang berkumpul di meunasah-meunasah.

“Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke Meunasah,” kata Wakil Bupati Pidie, Fadhlullah TM Daud pada Selasa (19/10/2021).

Saat membawa makanan, ada tempat khusus yang disebut “dalong”, yaitu wadah khusus berbentuk selinder. Ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar 30 hingga 50 cm. Dalong inilah wadah pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk. Uniknya lagi, sajian nasi dan lauknya pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal “Dalong Meulapeh”. Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk disantap bersama anak yatim.

Soal menu yang dihidangkan pada perayaan maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas adalah “bu kulah” atau nasi kulah. Nasi ini dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga dan aneka rempah lainnya.

Menariknya lagi, formasi Bu Kulah berbentuk piramida ini dibungkus dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu di atas bara api. Sehingga sajian makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur Tengah dan India ini kian terasa. Sementara menu yang disajikannya juga khas dan jarang ditemui pada perayaan lainnya. Salah satunya adalah “kuah pacri”. Dalam kuah ini, tersedia buah nenas yang dimasak dengan kuah encer dengan paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk menambah aroma. Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.

Selain menu yang disebutkan diatas, ada hidangan khas pada kenduri maulid. Yakni Bulukat. Nasi ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.

Nah, sebelum menyantap hidangan maulid, masyarakat menggelar zikir dan doa bersama diiringi salawat. Setiap perayaan maulid di Aceh, kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam dilanjutkan dengan ceramah agama.

“Pada malam hari, warga berbondong-bondong menuju ke meunasah untuk mendengar ceramah maulid. Namun di tengah pendemi seperti ini, perlu mengedepankan protokol kesehatan,” kata Fadhlullah TM Daud

Fadhlullah menjelaskan, kemeriahan pelaksanaan tradisi maulid di Aceh, seluruh warga larut dalam berbagai proses pelaksanaannya. Bagi masyarakat Aceh, maulid telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun. Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan dalam hidup manusia ke jalan yang benar.

Bahkan kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat. Ini sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid. Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturahmi antargampong di Kerajaan Aceh Darussalam. []

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_imgspot_img

HEADLINES

BERITA TERKAIT